Para pengusaha muslim kini bisa bernapas lega. Pilihan produk investasi bebas riba kian banyak dan bervariatif. Berikut ini beberapa di antaranya.
Para pengusaha muslim kini bisa bernapas lega. Pilihan produk investasi bebas riba kian banyak dan bervariatif. Berikut ini beberapa di antaranya.
Sharianews.com, Jakarta. Salah satu produk syariah di pasar modal adalah surat berharga atau efek. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.
Sejalan dengan definisi tersebut, maka produk syariah yang berupa efek harus tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Efek yang tidak bertentangan dengan syariah tersebut, kemudian dikenal dengan istilah Efek syariah.
Sesuai dengan Fatwa Dewan Syairah nasional (DSN) No. 80/DSN-MUI/2011, tentang penerapan prinsip syariah dalam mekenisme perdagangan efek bersifat ekuitas dan pasar regular bursa efek, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan efek syariah adalah yang terdaftar dalam Dafter Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh Bapepam dan LK, yang penyusunannya melibatkan DSN-MUI.
Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah disebutkan bahwa Efek Syariah adalah Efek sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang akad, cara, dan kegiatan usaha yang menjadi landasan pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip - prinsip syariah di Pasar Modal.
Fatwa DSN tentang akad jual beli
Sejalan dengan itu, dalam fatwa DSN No. 80/DSN-MUI/2011, disebutkan ketentuan perdagangan efek di pasar regular bursa efek menggunakan akad jual beli ( bai’). Ketentuan akad jual beli dinilai sah ketika terjadi kesepakatan pada harga serta jenis dan volume tertentu antara permintaan beli dan penawaran jual.
Ketenuan lain menyebutkan, pembeli boleh menjual efek setelah akad jual beli dinilai sah, apabila sudah terjadi kesepakatan pada harga serta jenis dan volume tertentu antara permintaan beli dan penawaran jual, meskipun penyelesaian administrasi transaksi pembeliannya (settlement) dilaksanakan di kemudian hari, berdasarkan prinsip qabdh hukmi.
Efek yang dapat dijadikan obyek perdagangan hanya Efek Bersifat Ekuitas, Sesuai Prinsip Syariah. Sementara harga dalam jual beli tersebut dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan yang mengacu pada harga pasar wajar melalui mekanisme tawar menawar yang berkesinambungan (bai’ al- musawamah).
Dalam Perdagangan Efek tidak boleh melakukan kegiatan dan/atau tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Sampai dengan saat ini, Efek Syariah yang telah diterbitkan di pasar modal Indonesia meliputi Saham Syariah, Sukuk dan Unit Penyertaan dari Reksa Dana Syariah. Berikut beberapa Efek syariah yang telah diterbitkan di pasar modal Indonesia.
1. Saham Syariah
Secara konsep, saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut.
Konsep penyertaan modal dengan hak bagian hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Prinsip syariah mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau syirkah. Berdasarkan analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Namun demikian, tidak semua saham yang diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut sebagai saham syariah.
Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut diterbitkan oleh:
Pertama, Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Kedua, Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria sebagai berikut:
2. Sukuk
Sukuk merupakan istilah baru yang dikenalkan sebagai pengganti dari istilah obligasi syariah (islamic bonds). Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak dari kata "sakk" dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan.
Sementara itu, Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi Sukuk sebagai berikut : "Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu'/undivided share) atas:
Karakteristik Sukuk
Sebagai salah satu Efek Syariah sukuk memiliki karakteristik yang berbeda dengan obligasi. Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan bersama atas suatu aset/proyek.
Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan (underlying asset ). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada aset/proyek yang spesifik.
Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk kegiatan usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan, bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk.
Jenis Sukuk
Jenis sukuk berdasarkan Standar Syariah AAOIFI No.17 tentang Investment Sukuk, terdiri dari :
3. Reksa Dana Syariah
Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 Reksa Dana syariah didefinisikan sebagai reksa dana sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang pengelolaannya tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal.
Reksa Dana Syariah sebagaimana reksa dana pada umumnya merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas.
Reksa Dana Syariah dikenal pertama kali di Indonesia pada tahun 1997 ditandai dengan penerbitan Reksa Dana Syariah Danareksa Saham pada bulan Juli 1997.
Sebagai salah satu instrumen investasi, Reksa Dana Syariah memiliki kriteria yang berbeda dengan reksa dana konvensional pada umumnya.
Perbedaan ini terletak pada pemilihan instrumen investasi dan mekanisme investasi yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Perbedaan lainnya adalah keseluruhan proses manajemen portofolio, screeninng (penyaringan), dan cleansing (pembersihan).
Seperti halnya wahana investasi lainnya, disamping mendatangkan berbagai peluang keuntungan, Reksa Dana pun mengandung berbagai peluang risiko, antara lain:
Ahmad Kholil