Di tengah krisis yang diakibatkan oleh Covid-19 seperti saat ini, lembaga ZISWAF telah melakukan berbagai upaya dengan meluncurkan program-program yang cukup relevan dalam membantu pemerintah dalam meredam dampak Covid-19.
Sharianews.com, Jika melihat sajian dari beberapa laporan ekonomi outlook beberapa bulan lalu, semua menyepakati jika salah satu tantangan ekonomi tahun 2019-2020 ini adalah perlambatan ekonomi global antaranya disebabkan oleh perang antar negara. Dilain sisi, keadaan ekonomi yang dipredisksi tersebut mengalami gejolak yang sangat signifikan akhir-akhir ini, yaitu dengan adanya pandemi virus corona (Covid-19) yang sampai saat ini telah menginfeksi 2.3 juta jiwa secara global di lebih 200 negara dan telah menyebabkan kerugian fisik serta material secara massif.
Pemerintah di berbagai negara telah mengambil berbagai kebijakan preventif dalam rangka memutus penyebaran Covid-19, mulai dari kebijakan pembatasan interaksi sosial hingga mengambil kebijakan yang paling ekstrim seperti lockdown atau menutup seluruh perbatasan wilayah di suatu negara.
Dalam konteks Indonesia, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah zona merah sejak pertengahan April. Pembatasan tersebut meliputi penutupan tempat kegiatan belajar mengajar, tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, sosial dan budaya, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, sampai pada pembatasan moda transportasi.
Kebijakan-kebijakan tersebut baik itu yang relative longgar maupun ekstrim tentunya menimbulkan konsekuensi terhadap penurunan aktiftas perekonomian sampai kepada titik terendah. International Monetary Fund (IMF) meproyeksikan bahwa ekonomi global akan mengalami resesi hingga -3%. Adapun Indonesia, Kementerian Keuangan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2020 hanya akan tumbuh secara baseline di kisaran 2.3% dan dalam kondisi yang terburuk IMF memprediksikan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 0.5%.
Untuk mencegah koreksi pertumbuhan ekonomi yang semakin dalam akibat Covid-19, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan paket stimulus ekonomi sebesar Rp. 405.1 triliun dengan rincian Rp. 75 triliun untuk kesehatan, Rp. 70.1 untuk insentif pajak dan Kredit Usaha Rakyat (KUR), Rp. 150 triliun untuk program pemulihan ekonomi nasional dan Rp. 110 triliun untuk social safety net atau jaring pengaman sosial.
Hal yang menarik untuk didiskusikan bahwa dalam menghadapi krisis ekonomi akibat wabah Covid-19, pemerintah menaruh perhatian cukup besar terhadap social safety net dengan mengalokasikan hampir 30% dari dana stimulus yang ada. Karena memang, kebijakan pembatasan sosial seperti PSBB akan berdampak sangat signifikan terhadap menurunnya tingkat pendapatan masyarakat terutama bagi mereka yang masuk dalam kelompok rentan seperti pekerja berpendapatan rendah, buruh harian dan pedagang kecil.
Bank Dunia mencatat bahwa tahun 2020 jumlah masyarakat yang masuk dalam kelompok rentan di Indonesia mencapai 115 juta jiwa atau mencapai 45% dari total jumlah penduduk. Kelompok ini amat sangat mungkin jatuh miskin jika ekonomi bergejolak seperti saat ini. Sehingga program-program social safety net menjadi sangat penting untuk mencegah kelompok ini jatuh dalam kemiskinan. Dalam program social safety net, pemerintah memfokuskan kepada dua hal yakni program subsidi energi dan bantuan sosial lainnya secara besar-besaran. Namun beberapa ekonom berpendapat bahwa anggaran social safety net yang dikucurkan oleh pemerintah tidak akan cukup jika krisis Covid-19 berlangsung lama, sehingga diperlukan sumber alternatif lain.
Salah satu lembaga atau institusi yang fokus bergerak dalam menjalankan program-program social safety net adalah lembaga zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISWAF). Sampai saat ini terdapat 25 lembaga zakat nasional resmi, 500 BAZNAS tingkat Provinsi Kabupaten serta Kota dan 224 nadzhir wakaf uang yang telah terdaftar. Secara best practice, Lembaga ZISWAF sangat aktif dalam melaksanakan program-program social safety net melalui lima bidang yaitu bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, dakwah serta sosial kemanusiaan. Program-program tersebut bahkan telah dilakukan jauh sebelum krisis Covid-19 datang.
Di tengah krisis yang diakibatkan oleh Covid-19 seperti saat ini, lembaga ZISWAF telah melakukan berbagai upaya dengan meluncurkan program-program yang cukup relevan dalam membantu pemerintah dalam meredam dampak Covid-19. Sebagai contoh, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), memfokuskan penanganan krisis Covid-19 ke dalam 2 bidang yaitu ekonomi dan kesehatan.
Dalam bidang ekonomi, BAZNAS meluncurkan program bantuan bahan pokok bagi setiap keluarga terdampak yang ditujukan untuk menjaga ketahanan pangan keluarga yang masuk dalam kelompok rentan. Kemudian, BAZNAS meluncurkan program Cash for Work (CFW) dimana BAZNAS banyak melibatkan pekerja harian yang kehilangan pendapatan akibat Covid-19, mereka dilibatkan dalam program-program penanganan Covid-19 dan diberikan upah atas keterlibatan mereka. Dalam bidang kesehatan, BAZNAS telah banyak melakukan program edukasi Covid-19 kepada masyarakat, penyemprotan cairan disinfektan di ruang publik serta menyerahkan bantuan makanan, vitamin serta peralatan medis yang dibutuhkan oleh para tenaga medis dalam menghadapi Covid-19.
Kontribusi yang dilakukan BAZNAS hanya contoh kecil dari upaya lembaga ZISWAF dalam menangani krisis Covid-19. Banyak lembaga ZISWAF lain yang telah melakukan program-program serupa. Namun, seiring dengan getolnya lembaga ZISWAF dalam menangani dampak krisis Covid-19, mereka juga dibayangi dengan keterbatasan sumber daya, sehingga jangkauan program-program penanganan krisis Covid-19 tidak dapat dirasakan manfaatnya secara luas.
Bukan menjadi suatu rahasia umum bahwa pengumpulan zakat dan wakaf di Indonesia masih terbilang rendah, dalam laporan terakhir, pengumpulan zakat di tahun 2019 hanya mencapai Rp.10 triliun dan wakaf uang sebesar Rp.400 miliar, sangat jauh dari potensi yang ada yaitu 280.3 triliun untuk zakat dan 188 triliun wakaf uang. Hasil studi Puskas BAZNAS menemukan bahwa salah satu penyebab rendahnya pengumpulan ZISWAF di Indonesia disebabkan oleh tingkat literasi atau pemahaman ZISWAF masyarakat yang rendah.
Hal tersebut juga diamini oleh beberapa hasil studi yang menemukan bahwa tingkat literasi atau pemahaman akan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan seseorang sehingga tinggi rendahnya tingkat literasi seseorang terhadap ZISWAF akan turut berpengaruh terhadap keputusannya dalam menunaikan ZISWAF di lembaga ZISWAF resmi.
Maka krisis Covid-19 sebetulnya dapat menjadi sebuah momentum bagi lembaga ZISWAF untuk mempengaruhi dan mendorong tingkat literasi masyarakat terhadap peran lembaga ZISWAF dengan menunjukan peran lembaga ZISWAF membantu pemerintah meredam dampak wabah Covid-19. Dengan demikian masyarakat akan melihat bahwa lembaga ZISWAF telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam meringankan beban masyarakat ketika krisis Covid-19.
Bukan suatu hal yang mustahil, jika lembaga ZISWAF secara konsisten melakukan perannya dalam menangani wabah Covid-19, maka akan semakin banyak masyarakat yang mengetahui program-program lembaga ZISWAF, sehingga tingkat pemahaman atau literasi ZISWAF akan semakin tinggi dan akan berpengaruh positif kepada naiknya jumlah penghimpunan ZISWAF secara signifikan.
Dengan naiknya jumlah penghimpunan ZISWAF dan bahkan kita berharap jumlah penghimpunannya mendekati angka potensinya, maka jangkauan program-program social safety net oleh lembaga ZISWAF akan semakin dirasakan oleh masyarakat secara luas. Dengan demikian, di tengah krisis terburuk pun sistem social safety net atau jaring pengaman sosial di Indonesia baik itu dari Pemerintah maupun lembaga ZISWAF sudah semakin siap dan kokoh dalam menghadapi berbagai tantangan kedepannya. Wallahu A’lam