Senin, 27 Maret 2023
06 Ramadan 1444 H
Home / Fokus / Bank Syariah Baru Jadi Pengurang Mudharat Belum Jadi Maslahat
Foto dok. Shuterstock
Perbankan syariah adalah mudharat yang lebih kecil dari pada mudharat yang lebih besar

Sharianews.com, Jakarta - Bank syariah pertama di Indonesia, yaitu PT Bank Muamalat Indonesia sesuai akte pendiriannya, berdiri pada 1 Nopember 1991. Lahirnya Bank Muamalat menjadi penanda dimulainya perjalanan perbankan syariah di tengah gempuran bank konvensional di Tanah Air.

Selain nama, bank syariah memiliki suatu nilai yang berbeda dengan bank konvensional, yakni maslahat. Sayangnya, menurut Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Ahmad Riawan Amin, perbankan syariah saat ini belum memberikan maslahat.

“Kita harus mendukung perbankan syariah, karena perbankan syariah adalah mudharat yang lebih kecil dari pada mudharat yang lebih besar. Untuk saat ini, bank syariah baru jadi pengurang mudharat, belum jadi maslahat,” kata Direktur Utama Bank Muamalat periode 1999-2009 ini.

Maka dari itu, gerakan harus dilakukan bank syariah. Jika tidak, bank syariah hanya menjadi pengimbang mudharat yang tidak pernah bisa menyelesaikan mudharat besar, yaitu perbankan konvensional.

Di mana bank konvensional, menurutnya, bergerak secara terstruktur masif dan sistematis menciptakan kesenjangan dalam masyarakat dan mengalokasikan dana-dana orang banyak hanya untuk ke tangan segelintir orang.

“Itu tidak usah diragukan lagi, baca literatur di mana-mana, bahwa perbankan konvensional itu, walaupun kelihatannya baik, apalagi karena masyarakat hanya melihat baik itu dari rate yang rendah, tapi sebetulnya sumber permasalahan ekonomi adalah perbankan konvensional tersebut,” tegas Riawan.

Karena itu, bank syariah harus bisa mengurangi dampak tersebut. Ia meminta bank syariah tidak terpaku kepada narasi-narasi seperti potensi dan menjadi bank syariah terbesar di dunia. Fokus bank syariah seharusnya menjadi juara di dalam negeri.

Riawan sepakat dengan perkataan Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat Global Islamic Finance Forum 2020, bahwa bank syariah harus menjadi pilihan rasional.

“Bank syariah sebagai pilihan rasional, bukan pilihan ditakut-takuti masuk neraka. Artinya orang paling tidak beriman pun, kalau dia ditanya, Pak kamu pilih bank mana ? saya pilih bank syariah saja. Kenapa, bapak percaya sama Islam? Saya tidak percaya Islam, tapi saya punya otak, saya punya logika, saya lihat bank syariah ini secara rasional bersaing, rate-nya bersaing, melakukan misi pemerataan kepada masyarakat tidak hanya berpihak kepada yang besar,” tutur dia.

Untuk mencapai kerasionalitasan itu, Current Account Saving Account (CASA) menjadi faktor penting. CASA berdampak pada pembiayaan.

Sederhananya, CASA yang bagus, berpengaruh pada rate pembiayaan bank syariah, sehingga mampu bersaing dengan bank konvensional. Maka debitur yang datang pun, nantinya adalah debitur yang berkualitas, bukan debitur yang pembiayaannya macet.

Selain itu, banyak faktor lainnya, seperti sumber daya manusia yang berkualitas, membangun pendidikan yang baik, membuat iklan dan mengadakan festival.

Tapi, ia mengingatkan caranya harus lebih variatif, jangan sama dengan bank konvensional. Jika sama, bank syariah akan kalah, karena bank syariah memiliki anggaran jauh lebih besar. Misalnya, ketika bank syariah membuat iklan. Buatlah iklan yang menyentak. Jika perlu yang membuat orang marah, tapi meski marah, orang itu tidak lupa dengan pesannya.

Mental juara juga berpengaruh ke laju bank syariah. Riawan menceritakan ketika masa kepemimpinannya di Bank Muamalat dahulu, ia merasa bank syariah tidak kalah dengan bank konvensional. Terakhir kunci dari semuanya yang diperlukan adalah terobosan regulasi.

“Kita mengatakan bank syariah itu BUMA, Bank Umum Milik Allah. Jadi maaf, kalau bicara percaya diri dan leadership, saya tidak minder duduk disebelahnya bank terbesar di Indonesia waktu itu. Tidak berani mereka, orang-orang Istana menaruh bank Muamalat di belakang. Memang Bank Mandiri asetnya besar, tapi Bank Muamalat pahalanya besar,” cerita Riawan, saat diundang ke Istana Negara.

Perihal CASA yang menjadi faktor membangun kerasionalitasan bank syariah, Komisaris Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk Mulya Effendi Siregar mengungkapkan kondisi bank syariah saat ini.

Mulya menjelaskan struktur dana perbankan syariah rata-rata masih didominasi oleh deposito. Sementara porsi CASA masih sangat rendah.  "Kalau kita lihat sumber dana murah perbankan umum dikisaran 52-57 persen, sedangkan perbankan syariah dikisaran 37-48 persen. Ini artinya bank syariah beroperasi dengan dana mahal, tergantung sekali pada deposito," ujarnya.

Untuk bisa bersaing, perbankan syariah harus siap meningkatkan dana murah melalui peningkatan tabungan wadiah. Perbankan syariah bisa menggunakan pendekatan yang baik kepada komunitas hijrah.  Tanpa dana murah perbankan syariah akan kesulitan untuk bersaing dengan perbankan umum.

Sementara itu, permasalahan maslahat yang diberikan bank syariah juga disorot Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas. Ia mengatakan bank syariah tidak memperhatikan usaha mikro dan ultra mikro, hanya menjamah kelas usaha di atasnya.

“Kenapa saya katakan demikian, karena ternyata yang dibiayai oleh bank syariah itu, yang namanya UMKM itu, usaha menengah dan usaha kecil. Usaha menengah itu besarnya hanya 0,09 persen, usaha kecil itu jumlahnya hanya 1,22 persen,” urainya.

Sementara usaha mikro dan ultra mikro yang jumlahnya mencapai lebih dari 90 persen tidak terjamah bank syariah.

“Kalau dalam dunia usaha ada namaya usaha besar, usaha menengah, usaha kecil, usaha mikro usaha ultra mikro. Nah, setelah saya lihat ternyata yang dibiayai dunia perbankan itu adalah usaha besar, usaha menengah, dan usaha kecil,” tegas Ketua PP Muhammadiyah ini.

Rep. Aldiansyah Nurrahman