Akad Tijarah |
Akad Tijarah dilihat dari karakteristik keuntungan adalah sebagai berikut: (1) Pada Natural Uncertainty Contract; maka: (a) Tingkat pendapatan bersifat tidak pasti baik jumlah (amount) maupun waktunya (timing). (b) Pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real asets maupun financial asets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung risiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. (c) Diterangkan dengan teori percampuran (the theory of venture). (2) Pada Natural Certainty Contract; maka (a) Tingkat pendapatan pasti baik jumlah (amount) maupun waktunya (timing). (b) fixed and predetermined; (c) Pihak-pihak yang bertransaksi saling menukarkan asetnya (baik real asets maupun financial asets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung risiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. (d) Diterangkan dengan teori pertukaran (the theory of exchange). |
Bai’ al Dayn |
Adalah suatu akad jual beli dengan objek jual belinya adalah piutang/ tagihan (Dayn). Beberapa permasalahan mendasar terkait dengan akad ini adalah apakah boleh menjual “piutang” yang dikenal sebagai produk anjak piutang (factoring) di bawah nilai nominal (at par) piutangnya atau secara diskonto (at discount). Dalam prinsip ini pembiayaan dibuat berdasarkan jual beli dokumen perdagangan dan pembiayaan digunakan bagi tujuan pengeluaran, perdagangan, dan pengkhidmatan. Keputusan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada awal beroperasinya bank syariah berdasarkan keadaan darurat dengan bank syariah masih sebagai pemain tunggal, bank syariah diizinkan memanfaatkan excess atau idle fund dengan menggunakan perangkat al dayn (ad dayn). Ketentuan Al Dayn adalah sebagai berikut: (1) Nasabah yang telah menerima fasilitas jual beli dari bank syariah akan mengeluarkan surat utang (promissory note), sementara bank syariah sendiri tidak dapat menerbitkan surat utang, maka promissory note di-endos akan menjadi underlying transaction untuk menerima dari bank konvensional. (2) Adapun kompensasi atas penempatan dana (placing) dan penerimaan dana (taking) masih mengacu pada hitungan yang ditetapkan oleh pihak counterpart (bank konvensional) dengan bank syariah (pada waktu itu) harus mengoptimalkan kebelihan dananya dan masuk sebagai pendatang baru dengan sistem yang belum dikenal oleh bank konvensional. |
Baitul Mal |
Lembaga negara yang mengelola penerimaan dan pengeluaran Negara yang bersumber dari zakat, kharaj, jizyah, fa’i, ghanimah, kaffarat, wakaf dan lain-lain dab ditasyarufkan untuk kepentingan umat; 2. Rumah harta; Pada zaman Nabi Muhammad saw. berfungsi sebagai perbendaharaan negara. Lembaga Negara yang mengelola penerimaan dan pengeluaran negara yang bersumber dari zakat, kharaj, jizyah, fa’i, ghanimah, kafarat, wakaf dan lain-lain dan di-tasyaruf-kan untuk kepentingan umat. 3. Baitul mal berasal dari kata bayt dalam bahasa Arab yang berarti rumah, dan al-mal yang berarti harta. Artinya, secara etimologis (lughawi), baitul mal berarti khazinatul mal tempat untuk mengumpulkan atau menyimpan harta (kamus Al Munjid, hlm. 55). Adapun secara terminologis (ishtilahi), sebagaimana uraian Abdul Qadim Zallum (1983) dalam kitabnya, Al-Amwal fi Dawlah al-Khilafah, Baitul mal adalah suatu lembaga atau pihak yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Jadi, setiap harta berupa tanah, bangunan, barang tambang, uang, komoditas perdagangan, dan harta benda lainnya—di mana kaum muslimin berhak memilikinya sesuai hukum syara’ dan tidak ditentukan individu pemiliknya, walaupun telah tertentu pihak yang berhak menerimanya—menjadi hak Baitul mal, yakni sudah dianggap sebagai pemasukan bagi Baitul mal. Secara hukum, harta benda itu adalah hak Baitul mal, baik yang sudah benar-benar masuk ke dalam tempat penyimpanan Baitul mal maupun yang belum. Demikian pula setiap harta yang wajib dikeluarkan untuk orang-orang yang berhak menerimanya, atau untuk merealisasikan kepentingan kaum muslimin, atau untuk biaya penyebarluasan dakwah. Semua itu adalah harta yang dicatat sebagai pengeluaran Baitul mal, baik telah dikeluarkan secara nyata ataupun belum. Dengan demikian, Baitul mal dengan makna seperti ini adalah sebuah lembaga atau pihak (al-jihat) yang menangani harta negara, baik pendapatan maupun pengeluaran. Baitul mal juga dapat diartikan secara fisik sebagai tempat (al-makan) untuk menyimpan dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan negara. |
Dewan Syariah Nasional (DSN) |
Dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk, jasa, dan kegiatan bank yang melakukan Kegiatan usaha Berdasarkan prinsip syariah. Dewan Syariah Nasional merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia. Dewan Syariah Nasional membantu pihak terkait, seperti Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan lain-lain dalam menyusun peraturan/ketentuan untuk lembaga keuangan syariah. Anggota Dewan Syariah Nasional terdiri atas para ulama, praktisi dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah. Anggota Dewan Syariah Nasional ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 (empat) tahun. Adapun Tugas DSN adalah (i) Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi dan reksadana; (ii) mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan; (iii) mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah. Badan Pelaksana Harian DSN adalah badan yang sehari-hari melaksanakan tugas Dewan Syariah Nasional; (iv) mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan. Wewenang DSN adalah (a) Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah dimasing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait; (b) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia; (c) Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah; (d) Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri; (e) Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional; (f) Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan. |
adjudikasi |
putusan yang dltetapkan oleh pengadilan yang berwenang untuk menangani masalah yang diperselisihkan; penyelesaian perselisihan ini berbeda dengan arbitrase (adjudication) |
Ghanimah |
Harta rampasan perang; Harta rampasan yang diperoleh melalui peperangan. |
Hawalah |
Pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang bersedia menanggungnya dengan nilai yang sama dengan nilai nominal utangnya. |
Gharar |
1. Menurut bahasa: ancaman/bahaya (risk or uncertainty). Menurut istilah: beberapa definisi ulama: (a) Imam Sarakhsi: tidak diketahui hasilnya; (b) Imam Qorafi: tidak diketahui terjadi/hasil/tidak; (c) Imam Asnawi: dua kemungkinan yang paling dominan yang paling ditakutkan; (d) Ibnu Taymiah: tidak diketahui akibatnya. (e) Ibnu Qoyyim: yang tidak dapat diserah terimakan; (f) Musthofa Zarqa’: jual beli yang tidak jelas batasannya & objeknya karena risiko sehingga mirip judi. 2. Transaksi yang mengandung ketidakjelasan dan/atau tipuan dari salah satu pihak; seperti bai’ ma’dum (jual beli sesuatu yang belum ada barangnya). Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mendefinisikan gharar sebagai transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah. Lihat Taghrir. |
Ijab |
Pernyataan pihak pertama dalam suatu akad yang menunjukkan kehendaknya untuk melakukan akad. Termasuk rukun akad yang harus dipenuhi tatkala sedang melakukan transaksi. |
Ijarah |
1. Ketentuannya adalah sebagai berikut: (1) Pemeliharaan objek ijarah adalah tanggung jawab pihak penyewa kecuali ditentukan lain dalam akad. (2) Kerusakan objek ijarah karena kelalaian pihak penyewa adalah tanggung jawab penyewa, kecuali ditentukan lain dalam akad. (3) Jika objek ijarah rusak selama masa akad yang terjadi bukan karena kelalaian penyewa, pihak yang menyewakan wajib menggantinya. (4) Jika dalam akad ijarah tidak ditetapkan mengenai pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan objek ijarah, hukum kebiasaan yang berlaku di kalangan mereka yang dijadikan hukum. (5) Penyewa wajib membayar objek ijarah yang rusak berdasarkan waktu yang telah digunakan dan besarnya ijarah ditentukan melalui musyawarah. 2. Disebut juga Ajru (upah) atau ada yang mengartikan sebagai ‘Iwadhu (ganti), artinya “suatu jenis akad untuk mengambil manfaat (Ajran) dengan jalan penggantian”. Maksud “manfaat” adalah berguna, yaitu barang yang mempunyai banyak manfaat dan selama menggunakannya barang tersebut tidak mengalami perubahan atau musnah. Manfaat yang diambil tidak berbentuk zatnya melainkan sifatnya, dan dibayar sewa. Misalnya, rumah yang dikontrakkan/disewa, mobil disewa untuk perjalanan. |